PROBLEMATIKA PENYALURAN ZAKAT DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AHKAM oleh Esti Asrofah

LATAR BELAKANG

Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu hablum minallah atau dimensi vertikal dan dimensi hablum minannas atau dimensi horizontal. Zakat adalah ibadah maaliyahijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun sisi pembangunan kesejahteraan umat.[1] Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun Islam yang ketiga. di Dalam al-Qur’an terdapat berbagai ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikan zakat dan sebaliknya, terdapat pula ayata yang menjelaskan ancaman bagi orang yang tidak menunaikanya. Ketegasan ini menunjukkan bahwa zakat merupakan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan.

salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai salah satu jalan untuk pemerataan dan belum terkumpulnya zakat di lembaga-lembaga pengumpul zakat adalah karena minimnya pengetahuan masyarakat terutama warga desa Troso RT 6 RW 6 Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara yang sangat minim, sehingga masyarakat kesulitan dalam menentukan para penerima zakat, hal ini menyebabkan dalam penyaluran zakat hanya dilakukan secara asal-asalan.

Banyak sekali kasus yang terjadi di wilayah tersebut yaitu dalam penyaluran zakat justru diberikan kepada orang-orang yang mampu dalam artiam orang-orang yang tidak termasuk dalam delapan golongan.

Dalam makalah kali ini penulis akan mengulas berbagai fenomena penyaluran zakat yang terjadi di desa Troso RT 6 RW 6 Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara dan kaitanya dengan QS. At-Taubah ayat 60 tentang delapan golongan penerima zakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Observasi

Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan metode wawancara yaitu dengan mewawancari salah satu muzakki di desa Troso RT 6 RW 6 yaitu Bapak Rosyidi, beliau menyatakan bahwa pada era modern ini masyarakat termasuk beliau kesulitan dalam membedakan antara orang yang tidak berhak menerima zakat dan orang yang memang berhak menerima zakat dan wajib untuk dizakati.

     banyak pula warga RT 6 Rw 6 yang mnyalurkan zakat kepada orang yang memiliki hubungan keakraban yang lebih dekat misalnya lebih mengutamakan saudaranya dan tetangga terdekatnya. Sedangkan jika kita melihat itu sangat berbeda dengan yang ada dalam al-Qur’an sebagaimana telah ditetapkan Allah bahwa zakat hanya diberikan kepada delapan golongan. Adapula yang memberikan zakatnya kepada karyawanya sehingga dalam kasus ini muzakki merangkap antara THR dan zakatnya, hal itu juga tidak bisa dibenarkan bahwasanya semua karyawan tersebut memenuhi syarat sebagai penerima zakat.

Faktor yang menyebabkan terjadinya hal itu adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penget ahuan agama terlebih dalam ranah fiqh, sehingga sering kali masyarakat lebih mementingkan hubungan kekeluargaan tanpa memperhatikan keadaan dan kodisi penerima zakat.

Selain itu menurut bapak Rosyidi rasa tidak enak hati ewuh juga melatar belakangi para muzakki di RT 6 RW 6 lebih memilih orang orang yang lebih dekat sebagai penerima zakat. Di daerah tersebut juga tidak ada badan amil zakat sehingga warga cukup kesulitan dalam penyaluran zakat dan pemerataan zakat.

at-Taubah ayat 60

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ )٦٠(

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan pada sabilillah,  dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang telah diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. (At-Taubah: 60)

Makna Mufrodat

الفقرآء : Al-fuqara’ merupakan jamak dari faqir. Kata ini terbentuk dari kata faqura yang darinya terbentuk pula kata iftaqara yang berarti membutuhkan. Jadi, al-faqr artinya orang yang membutuhkan. Maka orang yang tidak mempunyai harta atau orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya disebut dengan faqir karena dia membutuhkan bantuan orang lain. Quraish Shihab menyebutkan, faqir itu terbentuk dari kata faqr, yang berarti tulang punggung, faqr adalah orang yang patah tulang punggungnya dalam arti bahwa beban yang dipikulnya demikian berat sehingga mematah tulang punggungnya.[2]

المساكين : Jamak dari al-miskin, yang berasal dari kata sakana artinya hilang kegiatannya, karena menggantungkan kehidupannya kepada manusia. Miskin yaitu orang yang memiliki penghasilan tetap, tetapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.

سبيل الله : Jalan atau sarana yang mengantarkan penggunanya menuju ridha Allah dan pahala dari-Nya dan yang dimaksud dengannya adalah setiap orangyang melakukan aktivitas (kegiatan) yang masuk ke dalam kategori mentaati Allah.

Asbabun Nuzul

Ayat ini turun ketika orang-orang munafik yang bodoh itu mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pembagian zakat , kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.

( إِنَّمَا الصَّدَقَات ) maksud dari ayat ini adalah zakat-zakat yang wajib, berbeda dengan sadaqah mustahabah yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.

Penjelasan Ayat

Ayat ini menjelaskan bahwa ada delapan bagian orang berhak menerima zakat, yaitu fakir, miskin, ‘amil, muallaf, budak, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Ayat diatas menggambarkan pula bahwa diantara delapan ashnaf ada enam ashnaf yang menggunakan lam al-milk (yang menunjukkan kepada kepemilikan) dan dua lainnya menggunakan fi zarfiyah (menunjukkan kepada tempat). Lam al-milk (kepemilikan) digunakan untuk fakir, miskin, ‘amil, muallaf, gharim, dan ibnu sabil. Sedangkan fi zarfiyah digunakan untuk budak dan sabilillah.[3]

Yang dimaksud dengan fakir dalam ayat diatas adalah orang yang tidak memiliki usaha layak dan harta yang mencukupi kebutuhanya. Miskin adalah orang yang telah memiliki harta dan usaha yang patut, tetapi tidak mencukupi kebutuhanya.

Yang dimaksud dengan amil adalah orang yang bekerja mengurus harta zakat. Pekerjaan amil ini meliputi menerima harta itu dari muzakki, menuliskan, mengumpulkan, dan membagikan kepada orang yang berhak menerimanya. Dan muallaf adalah orang yang sudah masuk islam tetapi islamnya masih lemah maka dia diberi zakat agar imanya semakin kuat, dengan tujuan melunakkan hatinya agar tetap dalam islam.[4]

Riqab adalah budak atau hamba sahaya yang belum merdeka, yaitu budak yang digantungkan kemerdekaanya oleh majikannya atas sejumlah harta yang harus dia serahkan kepada majikan tersebut sebagai penebus dirinya. Dalam fiqh disebut budak mukatab dan budak lainya tidak berhak menerima zakat.

Gharim adalah orang yang berutang, baik utang pribadi seperti utang keperluan makan, pakaian, pembangunan rumah, maupun kemslahatan umum dengan atas nama dirinya. Akan tetapi, utang itu disyaratkan bukan utang maksiat, seperti judi dan khamr.

Sedangkan sabilillah adalah orang-orang yang berjuang dijalan Allah. Adapun ibnu sabil adalah orang yang habis perbekalanya dalam perjalanan maka kepadanya diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan itu.[5]

Analisi

Dalam QS. at-Taubah ayat 60 menyatakn bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain yang telah disebutkan oleh Allah SWT dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan diantara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya dibagikan kepada golongan-golongan tersebut secara merata, dengan mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainya.[6]

Seperti yang telah dijelaskan diatas huruf lam yang terdapat pada lafaz lilfuqara memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati.

Penyaluran zakat hanya kepada orang-orang yang berhak menerimanya saja dan tidak diberbolehkan kepada selain delapan golongan tersebut, fenomena yang terjadi di desa Troso RT 6 RW 6 merupakan keawaman masyarakat terhadap pengertian ahsnaf dalam pembagian zakat, sehingga hal ini menimbulkan terjadinya kesalahan dalam penyaluranya.

Meskipun muzakki diperbolehkan untuk mengutamakan saudaranya dalam penerimaan zakat, namun saudara yang memenuhi kriteria delapan golonganlah yang wajib dizakati jika saudaranya muzakki termasuk golongan orang yang mampu maka tidak berhak menerima zakat.

Dan jika dalam suatu masyarakat yang keadaanya cukup sejahtera sehingga muzakki kesulitan dala penyaluran zakat, maka disinilah pentingnya ada badan amil zakat dimana BAZ akan membantu dalam menyalurkan zakat kepada orang orang yang berhak menerima zakat. Terlebih lagi bisa rata dalam pembagianya.

Menurut penulis terhadap apa yang terjadi di RT 6 RW 6 tersebut bisa disiasati dengan melebihkan jumlah harta yang dikeluarkan artinya jika muzakki mengeluarkan harta lima juta rupiah maka bisa dilebihkan menjadi enam juta rupiah dengan tujuan selisih uang satu juta tersebut diberikan orang yang tidak termasuk delapan golongan penerima zakat.

Karena pada dasarnya zakat sangat berbeda dengan shodaqoh karena zakat lebih rinci yaitu harta yang harus diberikan orang orang yang telah disebutkan dalam firman Allah dan shodaqoh lebih global serta bisa diberikan kepada siapa saja serta berupa apa saja.

Di wilayah Bapak Rosyidi juga perlu adanya penyuluhan atau memberikan penjelasan tentang bab zakat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara muzakki dan orang yang tidak berhak menerima zakat yang mempunyai hubungan yang akrab dengan muzakki sehingga rasa tidak enak hati bisa hilang dengan pengetahuan tentang siapa saja yang wajib dan berhan dizakati.

SIMPULAN

Delapan golongan yang wajib dizakati adalah fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan pada sabilillah,  dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Jika harta benda diberikan kepada selain delapan golongan tersebut maka tidak bisa disebut sebagi zakat.

Jika kita melihat hal yang terjadi di RT 6 RW 6 sangat dibutuhkan partisipasi dari orang yang menguasai persoalan zakat untuk melakukan penyuluha terhadap warga tentang zakat. Selain BAZ sangat dibutuhkan sebagi badak penyalur zakat untuk membantu dalam pembagian zakat dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pembagian zakat.

DAFTAR PUSTAKA

al-Qardhawi, Yusuf, 1993, Al-Ibadah fil-Islam, Beirut: Mussasah Risalah

Shihab, M. Qiraish, 1996, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan

Yusuf, Kadar  M., 2011, Tafsir Ayat Ahkam, Jakarta:  Amzah

Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti, 2016, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algensindo

 

[1] Yusuf al-Qardhawi, Al-Ibadah fil-Islam (Beirut: Mussasah Risalah, 1993) hlm. 235.

[2] M. Qiraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm 449.

[3] Kadar  M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam (Jakarta:  Amzah, 2011), hlm. 89-90.

[4] Ibid., hlm. 90.

[5] Ibid., hlm. 91.

[6] Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016) hlm. 744.

Tinggalkan komentar